Jumat, 27 Maret 2015

Terimakasih untuk Hari-hari yang Menyenangkan

Awalnya sederhana. Kita bercanda, kita tertawa, kita membicarakan hal-hal yang manis, semuanya tercipta hanya dengan melalui pesan singkat. Waktu itu aku hanya menganggap itu biasa, hanya main-main saja.

Tapi ternyata, dengan hadirnya kamu membawa perasaan lain. Hal berbeda yang kamu berikan mampu membangkitkan keterpurukanku yang kemarin-kemarin yang disebabkan olehnya. Ada yang hilang jika sehari saja kamu tidak mengirimkan pesan singkat kepadaku. Setiap hari ada saja topik yang kita bicarakan, sampai pada akhirnya kita membicarakan topik yang paling menyentuh; cinta.

Saat bertemu, kita tak pernah mengobrol banyak. Aku hanya senang sesekali memperhatikanmu dan tersenyum. Saat berbicara di BBM, aku sangat bersemangat. Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa ini bukan cinta. Aku hanya berpikir ini hanya ketertarikan sesaat saja karena ada sesuatu yang baru sejak kamu hadir.

Tapi, apa daya, sepertinya aku terlanjur merasakan cinta. Kamu sudah menjadi penyebab aku tertawa dan tersenyum. Aku percaya bahwa kamu adalah kebahagiaan baruku. Aku sangat, sangat mempercayaimu! Ya, itulah kebodohanku yang aku sesali.

Akhirnya, aku sampai ke posisi ini. Posisi yang tak pernah aku bayangkan. Kamu menjauhiku tanpa alasan yang jelas. Aku tak pernah paham dengan apa yang membuatmu kini makin menjauh. Terlalu cepat jika semua harus berakhir. Aku terpukul dengan keputusan yang kamu sampaikan. Tapi, aku tak pantas marah.

Kamu tau? Aku sudah merancang banyak mimpi indah yang ingin kuwujudkan bersamamu. Mungkin suatu saat nanti, Insyaallah, aku percaya kita bisa saling membahagiakan.

Aku tak punya hak untuk memintamu kembali. Aku tau, ini juga salahku. Aku sering membuatmu kecewa, membuatmu kesal, membuatmu marah. Aku minta maaf untuk semua hal yang aku perbuat yang membuatmu kecewa, kesal dan marah.

Aku akan bertanya pada diriku sendiri, mengapa kita harus pisah. Jika aku sudah menemukan jawabannya, aku akan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan itu lagi, sehingga aku tidak akan lagi menyia-nyiakan sebuah pertemuan.

Kamu ingat? Dulu kamu pernah menawarkan sebuah permintaan kepadaku. Bolehkah aku meminta sesuatu? Seandainya kita tidak bisa kembali, aku ingin kita menjadi teman. Aku tidak ingin kamu membenciku dan menjadikanku musuh. Jika menjadi teman, setidaknya aku masih bisa tersenyum kepadamu lagi.

Ya, aku harus belajar untuk tak peduli, aku harus belajar untuk merelakan. Terimakasih untuk hari-hari yang menyenangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar